Minggu, 19 Februari 2012

Eksistensi

[Pemikiran]

Manusia, tak seperti makhluk hidup lain, paling tidak hidup dalam 3 dimensi kenyataan. Tumbuhan hidup dalam 1 dimensi kenyataan, dimensi fisik. Eksistensi dirinya hanya sebatas ia ada, berbentuk dan menempati ruang. Hewan hidup dalam 2 dimensi kenyataan, dimensi fisik dan intelejensia. Eksistensi dirinya selain dinyatakan dalam dimensi fisik seperti halnya tumbuhan, juga dinyatakan dalam dimensi intelegensia, dimana mereka mampu mempelajari, mengartikan dan menyesuaikan diri terhadap suatu fenomena fisik baru yang ia hadapi. Sedangkan pada manusia, eksistensi dirinya ia nyatakan dalam 3 dimensi: fisik, intelejensia, dan jiwa.

Keberadaan manusia sebagai suatu entitas fisik dan inteljensia, tak perlu kita ragukan lagi. Manusia jelas2 menempati ruang, dan manusiasudah terbukti memiliki intelejensia yang paling tinggi dari makhluk-makhluk lain. Namun saat ini kita akan berbicara mengenai manusia sebagai sebuah entitas jiwa.

Saat kita merasakan nyeri di gigi. Secara fisik, rasa nyeri itu berasal dari dari fenomena fisik yang terjadi di gigi. Namun, mari kita tinjau rasa bahagia. Secara fisik kita tidak dapat menentukan asal dari rasa bahagia. Bahkan kita juga tidak dapat menyatakan dengan pasti fenomena fisik apa yang menyebabkan rasa itu. 2 orang yang berbeda bisa saja memiliki kondisi fisik yang benar-benar sama satu sama lain, tetapi kita tidak dapat serta merta menyatakan bahwa salah satu dari mereka bahagia saat dalam kondisi yang serupa seseorang yang lain merasa bahagia. Disinilah letak keistimewaan
manusia.

Jiwa adalah suatu hal yang abstrak. Kita tidak akan mampu menjelaskan fenomena jiwa seseorang secara utuh dengan pendekatan akal/intelejensia. Kita tidak akan mampu memprediksi fenomena jiwa dengan pendekatan fisik maupun akal. Jiwa ialah hal yang kompleks. Ia ada dalam dimensi yang sangat berbeda dengan dimensi fisik dan akal. Keberadaannya mampu mempengaruhi dimensi fisik dan akal, tetapi tidak sebaliknya. Fenomenanya mampu mengubah dimensi fisik dan akal,tetapi tidak sebaliknya.

Manusia sebagai suatu entitas jiwa, seperti halnya sebagai entitas akal/intelejensia, mampu tumbuh dan berkembang.

[.. to be continued]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar